BI Akan Beri Insentif Bagi Eksportir yang Taruh Dananya di Tanah Air

Aria W. Yudhistira
25 September 2015, 17:02
Katadata
KATADATA
Bank Indonesia menyiapkan insentif bagi eksportir yang menempatkan devisa hasil ekspornya di perbankan dalam negeri.

KATADATA ? Perusahaan yang menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) di perbankan dalam negeri akan memperoleh insentif berupa keringanan pajak. Ini merupakan salah satu dari tiga kebijakan yang akan dikeluarkan Bank Indonesia (BI) pada Oktober nanti.

Paket kebijakan tahap II ini diharapkan dapat menahan gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Fiskal dan Moneter BI Juda Agung, BI sekarang tengah melakukan koordinasi mengenai bentuk insentif ini.

Saat ini, setiap DHE yang ditempatkan di perbankan tanah air dikenakan pajak sebesar 20 persen. Padahal di negara tetangga, Singapura, dana tersebut sama sekali tidak terkena pajak. Dalam paket kebijakan Oktober nanti, BI mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif keringanan pajak secara bertahap. Misalnya, jika eksportir mau menempatkan dananya di tanah air akan memperoleh pengurangan pajak sebesar 5 persen, dan bisa meningkat jika ditempatkan lebih lama.

?Kemudian kalau diubah ke rupiah dikasih diskon yang lebih lagi. Kami sedang diskusi dengan pemerintah untuk detailnya. Termasuk kemungkinan soal pajak ini,? kata Juda di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (25/9). (Baca: Pemerintah Fokuskan "Paket September" untuk Sektor Riil)

Selain insentif pajak atas DHE, BI juga akan melonggarkan aturan terkait penjualan valuta asing (valas) di pasar forward. Forward merupakan transaksi pembelian dan penjualan valas dengan kurs yang ditetapkan saat transaksi dilakukan untuk periode tertentu.

BI melihat permintaan forward naik signifikan terutama pada Maret dan Agustus lalu, yang dipakai untuk membayar utang luar negeri, impor, dan bunga utang. Padahal, pada saat itu suplai dolar AS terbatas. ?Kami berupaya untuk melonggarkan supaya suplainya semakin baik,? ujar dia.

Untuk itu, BI akan merevisi Peraturan BI (PBI) Nomor 16/16/PBI 2014 mengenai transaski valas terhadap rupiah antarbank dengan pihak domestik. Dari transaksi tanpa jaminan (underlying) minimal US$ 1 Juta untuk forward jual, naik menjadi US$ 5 Juta. Pelonggaran ini untuk mengimbangi permintaan dolar AS. Sedangkan untuk forward belinya, hanya diperjelas alasannya saja.

?Begitu PBI selesai (direvisi) akan langsung efektif,? kata Juda.

Kemudian kebijakan yang juga akan dikeluarkan BI adalah terkait transaksi swap hedging dengan memberi kepastian kepada pemilik devisa untuk beraktivitas di dalam negeri. ?Ada kepastian terhadap hedging ke depan. Tenornya minimal setahun. Jadi memang cukup atractive, menarik karena jangka panjang,? kata Juda.

Pada 9 September lalu, BI telah mengeluarkan lima kebijakan untuk menahan gejolak nilai tukar rupiah. Salah satunya adalah dalam menjaga konfidensi di pasar valas dan pasar surat berharga dengan melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder dengan tetap memperhatikan dampaknya kepada ketersediaan SBN bagi likuiditas pasar uang.

Direktur Eksekutif Institute for Development Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati meminta pemerintah untuk memberikan insentif yang dapat menggerakkan sektor industri. Misalnya, dengan memberikan potongan tarif dasar listrik dalam paket kebijakan tahap II yang akan diluncurkan Oktober mendatang.

?Misalnya bagi industri tekstil di malam hari, itu lebih baik difokuskan,? kata Enny seusai menghadiri diskusi di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jumat (25/9).

Selain TDL, Enny juga meminta pemerintah fokus pada aspek pembiayaan yang mendukung sektor riil dan industri. Menurutnya, dengan membuka akses pembiayaan ekspor dapat melebarkan pasar produk Indonesia di luar negeri. ?Jadi tidak bisa kebijakan pemerintah hanya sebatas menurunkan bunga kredit usaha rakyat (KUR),? katanya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan pihaknya juga telah memberikan masukan kepada pemerintah tentang materi kebijakan yang mendukung industri makanan dan minuman. Salah satunya mendorong agar Undang-Undang Jaminan Produk Halal dipertajam sebelum diimplementasikan pada akhir 2016 mendatang. 

Reporter: Desy Setyowati, Ameidyo Daud Nasution

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...